Senin, 02 Mei 2016

Filsafat dalam kawalan iman dan lindungan kasih


Lukisan Vatikan tentang para Filsuf Berdasarkan pengalaman ketika menjadi mahasiswa yaitu ada sejumlah kesulitan memahami apa pengertian filsafat yang secara teknis operasional mendarat dan menjiwai seseorang dalam belajar filsafat dan menerapkannya. Saya kemudian mendapat salah satu jawaban, yaitu usaha mengerti filsafat secara baik, terukur dan mengyemangati roh filsafat dalam diri pelaku studi filsafat yaitu dengan memahami percakapan Sokrates dan murid-muridnya. Robert R. Boehlke dalam bukunya berjudul “Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari Plato sampai Ig. Loyola (2013:2-3) mengutip Muchtar Jahya tentang contoh gaya mengajar Sokrates yang dibuat oleh Guru besar John Adams dari Universitas Oxford dengan isi tanya jawab sebagai berikut. Sokrates: “Apakah yang dimaksud dengan serangga (insect) itu? Murid: “Serangga ialah binatang kecil bersayap.” (Murid yakin bahwa jawabannya itu benar) Sokrates: Kalau begitu, tentu ayampun boleh kita namai serangga.” Murid: Ayam bukan demikian kecilnya hingga dapat dinamai serangga. Ayam itu amat besar kalau dibandingkan dengan serangga.” Sokrates: “Jadinya: Serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai sayap.” Murid: “Betul!” Sokrates: “Kalau demikian, burung pipit dapat dinamai serangga, sebab dia demikian kecilnya”. Murid: “Tidak! Burung sekali-kali tidak dapat dinamai serangga, sebab dia demikian kecilnya.” Sokrates: Jadinya: Serangga ialah binatang yang amat kecil, dia bersayap, tetapi bukan dari jenis burung.” Murid: “Benar” Sokrates: “Kemarin saya memasuki salah satu took, di dalamnya saya melihat kaleng-kaleng kecil. Pada masing-masing kaleng itu tertulis: Tepung keating yang paling manjur untuk memberantas serangga.” Pada masing-masing kaleng itu tergambar beberapa macam binatang kecil bukan dari jenis burung, tetapi tidak ada mempunyai sayap, umpama pijat-pijat, kutu kucing dll. Rupa-rupanya mereka salah menamakan binatang-binatang tersebut serangga, sebab masing-masing tidak bersayap. Adakah masuk akal serangga tidak bersayap, menurut yang telah kita tetapkan itu?” Murid: “Binatang-binatang tersebut memang serangga, semua orang tahu itu.” Sokrates: “Aneh, aneh. Apa pulakah arti serangga sekarang, menurut pikiranmu. Apakah sekaran kau berpendapat bahwa “Serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai sayap, bukan dari jenis burung, dan kadang-kadang tidak bersayap.’ Sesungguhnya perkataan ini amat berlawan-lawanan.” Murid: “Celaka! Pertanyaan-pertanyaan orang ini membosankan. Coba tuan sendiri yang menerangkan kepada kami, apa arti serangga itu, supaya kami puas dan tuanpun puas.” Sokrates: “Bukankah dari tadi saya bilang padamu bahwa saya sendiri pun tidak mengetahui. Sekarang mari kita periksa bersama-sama, moga-moga kita sampai pada hakikat sebenarnya. Jalan yang paling baik ialah kita ambil 3 atau 4 ekor serangga dari jenis yang bermacam-macam, kemudian kita bandingkan satu dengan yang lain, untuk mengetahui sifat-sifat yang sama. Apakah serangga yang akan kita ambil?” Murid: “Mari kita ambil kupu-kupu, semut, kerangga dan kumbang Sokrates: “Bagus” Berdasarkan jenis-jenis serangkan itu mereka merumuskan berdasarkan fakta tentang “apa itu serangga?” Usaha mengartikan filsafat itu sedemikian penting. Tuhanlah yang memberi pikiran maka siapapun yang berfilsafat dan menemukan hasil filsafat maka harus diyakini berasal dari Tuhan. Oleh karena itu upaya berfilsafat kita lakukan dalam kawalan iman dan lindungan kasih. Dalam konteks demikian saya memposting artikel tentang arti filsafat berikut ini. Serangga ialah binatang beruas, kulitnya kesat, lagi keras, kakinya enam, mempunyai sayap, atau bekas sayap.” Berdasarkan percakapan dialogis di atas, kita belajar apa artinya berpikir radikal/mendalam terhadap salah satu realitas (Salah satnya: Serangga). Mudah-mudahan dialog diatas menolong kita memahami apa itu filsafat dalam arti berpikir mendalam/radikal terhadap realitas dan merumuskan realitas tersebut yang kemudian menghasilkan kebenaran. Belajar filsafat memang menyenangkan tetapi juga membingungkan. Hal yang terakhir ini disebabkan karena terdapat ragam pengertian tentang filsafat. Saya tidak menjanjikan dan menjamin bahwa materi ini memberi sumber pemahaman yang tuntas tentang apa itu filsafat. Hal itu sulit diwujudkan. Namun perlu disadari bahwa keragaman pengertian filsafat bukanlah sesuatu yang menyesatkan, hal itu wajar saja karena setiap orang memberi arti sesuai dengan pemahamannya. Selanjutnya sesuai dengan topik yakni "pengertian filsafat" maka dalam postingan ini saya menjelaskan tentang pengertian filsafat. Pengertian yang saya paparkan ini telah mendorong/mensemangati saya dalam mengajar Filsafat Ilmu dalam bidang Pendidikan Kristen maupun Teologi Penggembalaan. Menurut Jan Hendrik Rapar, filsafat adalah mater scientiarum atau induk ilmu pengetahuan karena memang filsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu. Menurut para rohaniawan dan teolog menyatakan filsafat sebagai “ancilla theologiae”, yaitu budak atau pelayan teologi. Sebagai pelayan teologi, filsafat memiliki tugas memformulasikan argumentasi-argumentasi yang kuat untuk membela isi iman Kristen. Ada pula rohaniawan dan teolog yang menuding filsafat sebagai alat iblis terkutuk. Karena itu harus ditolak oleh semua orang beriman. Tudingan ini tidak sepenuhnya benar, Tuhan tidak menciptakan manusia sebagai robot, manusia memiliki pikiran. Dengan pikiran itu manusia berfilsafat (berpikir). Namun tidak kegiatan berpikir dikategorikan filsafat. Berpikir yang dikategorikan filsafat adalah berpikir yang berlangsung dalam syarat-syarat tertentu (Rapar, 2000:12-13). Memang harus diakui bahwa berpikir yang berciri filsafat dapat membawa seseorang pada dua pilihan, yaitu kesetiaan kepada iman atau penyimpangan iman (alias tidak mengakui adanya Tuhan). Oleh karena itu berfilsafat harus berlangsung dalam kawalan iman dan perlindungan kasih. Untuk memahami filsafat, maka saya merumuskan pengertian filsafat dalam dua pendekatan. Pertama, secara etimologi dan kedua secara konseptual (definisi para ahli filsafat). Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, dari kata “philosophia”. Kata “philosophia” merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata: “philos” dan “Sophia”. Kata “philos” berarti kekasih, atau bisa juga sahabat. Sedangkan “Sophia” berarti kebijaksanaan atau kearifan atau juga pengetahuan. Jadi, arti harafiah “philosophia” berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. Definisi para ahli: Plato dalam Jan Hendrik Rapar menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada atau filsafat adalah usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih yang dilakukan secara terus menerus (Louis O. Kattsoff, 1996:2) Aristoteles (Murid Plato) mengemukakan beberapa pengertian filsafat. Pertama, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas yang ada. Kedua, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau peri ada sebagaimana adanya (being as such). Rene Descartes (Filsuf Prancis) Argumen yang terkenal dari Descartes yakni: “Aku berpikir maka aku ada” (cogito ergo sum). Jadi, filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. William James (Filsuf Amerika), Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. R.F. Beerling (mantan guru besar filsafat UI) menyatakan filsafat adalah suatu usaha untuk mencari radix atau akar pengetahuan tentang diri sendiri. Louis Kattsoff, filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Kegiatan kefilsafatan ialah pemikiran secara sistematis. Filsafat senantiasa bersifat menyeluruh/komprehensif (Louis O. Kattsoff, 1996:3-4, 6, 12) Berpikir radikal (berpikir mendalam) tidak berarti mengubah, membuang, atau menjungkirbalikan segala sesuatu, melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal sebenarnya hendak memperjelas realitas, lewat penerimaan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri (Rapar, 2000:21) Yonas Muanley, filsafat adalah berpikir radikal atau berpikir mendalam terhadap realitas (realitas/ada secara menyeluruh maupun salah satu realitas). Kita memiliki banyak realitas. Misalnya realitas yaitu ada sesama kita yang menyerang iman Kristen maka kita memerlukan Apologetika. Dalam berapologetika kita mebutuhkan filsafat yang berlindung dalam kawalan kasih dan lindungan iman. Semoga memahami filsafat

Pelayanan Bimbingan di Gereja dan Sekolah


Pelayanan bimbingan dapat dilakukan di gereja dan sekolah. Ketika kita terlibat dalam pelayanan bimbingan maka kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan bimbingan. Berikut ini saya mengambil beberapa pendapat tentang bimbingan. Pertama, menurut Sutirna bimbingan adalah: 1) bimbingan adalah bantuan kepada individu dalam membuat suatu pilihan yang cerdas untuk mengatasi masalah dalam kehidupan yang dihadapi orang yang dibimbing. (H. Sutirna,2013:145) Kedua, bimbingan adalah bantuan pemecahan masalah seseorang, sehingga dapat membuat keputusan yang terbaik atau dengan kata lain dengan bimbingan diharapkan memperoleh sebuah solusi dan perencanaan yang tepat. Dalam hal ini pembimbing harus dapat memberikan gambaran tentang cara pandang yang salah untuk mempersiapkan masa yang akan datang. Ketiga, bimbingan adalah upaya untuk membuat setiap individu akrab dengan berbagai informasi tentang dirinya, kemampuannya, perkembangan dirinya sebelumnya diberbagai bidang kehidupan , dan rencana di masa depan (H. Prayitno dan Erman Amti , 2013:145) Sedangkan H. Prayitno dan Erman Amti yang mengutip pendapat Crow & Crow menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri. Pendapat lain misalnya Tiedeman dalam Bernard dan Fulmer yang menyatakan bahwa bimbingan adalah membantu seseorang agar menjadi berguna, tidak sekadar mengikti kegiatan yang berguna. H. Prayitno dan Erman Amti, 2013:94) Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa bimbingan berarti bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Bimbingan tersebut diberikan kepada setiap orang, namun diprioritaskan kepada individu-individu yang membutuhkannya atau benar-benar harus dibantu. Bila dikatalan bahwa bimbingan adalah bantuan terarah dan tersruktur untuk menolong orang yang benar-benar membutuhkan maka bimbingan merupakan suatu proses yang bersifat kontinue, tidak hanya diberikan sewaktu-waktu saja, dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus-menerus, sistematis, terencana dan terarah pada tujuan. Bimbingan diberikan agar individu mengembangkan dirinya semaksimal mungkin, menyesuaikan diri secara harmonis dengan lingkungan. Bimbingan dapat diberikan, baik untuk menghindari kesulutan-kesulitan maupun untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya. Bila dihubungkan dengan bimbingan pernikahan Kristen maka dalam gereja diperlukan adanya organisasi bimbingan dimana terdapat pembagian tugas, peranan, dan tanggungjawab yang tegas diantara para petugasnya. Selain itu adanya program yang jelas dan sistematis untuk melakaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-murid, melaksanakan penelitian tentang kesempatan yang ada, kesempatan bagi muris untuk mendapat bimbingan dan konseling secara teratur, adanya personil yang tarlatih untuk melaksanakan konseling, adanya fasilitas yang memadai, kerjasama yang sebaik-baiknya antara gereja (pendeta) dan keluarga. Semogamenambah pengetahuan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan di Gereja

Kamis, 31 Maret 2016

Aksiologi (Kegunaan atau nilai Ilmu)

Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?

Epistemologi (Cara mendapatkan pengetahuan yang benar)

Bagaimana proses yang memungkinkan digalinya pengetahuan yang berupa ilmu Bagaimana prosedurnya Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan benar Apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri Apa kriterianya Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu

Ontologi Ilmu

Hakikat realitas (ada) Hakikat Ilmu Objek apa yang ditelaah ilmu Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia (berpikir, merasa, dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan

Arti Filsafat

Mengerti filsafat bukanlah hal yang mudah. Bersama dengan segenap komunitas dari waktu ke waktu bertanya: Apa sesungguhnya filsafat itu? Victorius dan Randa Puang menyatakan beberapa pemahaman tentang filsafat sebagai berikut: Studi tentang filsafat menunjukkan bahwa ada yang menyatakan banyak jawaban yang diberikan tentang arti filsafat justrus semakin mengaburkan masalah yang akan dijelaskan tentang filsafat itu sendiri. Ada pula yang menyatakan filsafat sebagai “mater scientiarum”. Menurut pemahaman ini, filsafat dianggap sebagai induk ilmu pengetahuan. Disebut demikian karena dari filsafat (berpikir mendalam/radikal) tentang realitas itu maka lahir lah berbagai pengetahuan yang kemudian memisahkan diri dari filsafat dan berdiri sebagai salah satu ilmu pengetahuan. Ada yang menyatakan filsafat sebagai: “Ancilla Theologiae”, yaitu filsafat sebagai budak atau pelayan teologi. Sebagai pelayan teologi, filsafat bertugas memformulasikan argumentasi-argumentasi yang kuat untuk membela keyakinan dan ajaran agama. Ada juga rohaniawan dan teolog yang menuding filsafat sebagai alat Iblis yang terkutuk. Oleh karena itu harus ditolak oleh semua orang beriman. Secara etimologi, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata: Philos dan Sophos/sophia. Philos/philein yang artinya mencintai atau philia yang berarti cinta, dalam arti yang seluas-luasnya yaitu ingin; dan karena ingin itu lalu berusaha mencapai yang diingini itu. Sedangkan Sophos/Sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, dalam arti pandai: mengerti dengan mendalam atau cinta kepada kebijaksanaan. Jadi, filsafat boleh dinamakan: “ingin mengerti dengan mendalam. Filsafat biasanya diterjemahkan sebagai: cinta kearifan atau kebijaksanaan. Orang yang bijak dianggap selalu berpikir atau merenung secara mendalam lebih dahulu sebelum bertindak. Jadi, filsafat adalah perenungan/refleksi sedalam-dalamnya sampai pada akar-akarnya (radikal) mengenai segala sesuatu, mencari hakikat segala yang ada, sebabnya, serta asalnya dalam sifat yang umum. Penulis: Yonas Muanley

Rabu, 30 Maret 2016

TUHANKU dan YA ALLAHKU

Tuhanku dan Ya Allahku, Engkau sangat baik. Pimpinlah aku (Yonas Muanley) dan siapa saja yang Engkau kehendaki untuk saling berpengertian, saling membantu, saling mendoakan, dan saling mencukupi. Aku tahu Engkau memimpin kami. Lembah-lembah kekelaman tidak membatasi kuasaMu. Ajarilah kami mengerti maksudMu. Aku berkarya online dan mimpiku yakni TUHAN yang aku yakini di dalam Yesus Kristus memimpin aku mewujudkan mimpi itu. TUHAN YESUS trimakasih