Jumat, 17 Juni 2011

Narasi Kehidupan Pendidik Sepanjang Sejarah

Pendidik Yunani-Romawi: Mendidik dalam kebenaran vs mangkuk berisi racun

1. Plato (428-348 s.M.)

Narasi tentang kisah pendidik Yunani-Romawi yang mengharukan dan memotivasi serta memberi inspirasi kepada para pendidik dapat kita baca dalam tulisan Robert R. Boehlke dalam judul buku Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen halam 6-8 dinyatakan sbb:
Plato berasal dari keluarga bangsawan. Plato sangat dipengaruhi oleh gurunya yaitu Sokrates. Boehlke menyatakan: Sokrates tidak menulis apa-apa yang diwariskan kepada dunia, aspek intelektual yang melekat pada Sokrates hanya disimpulkan dari pengaruh intelektual yang ada pada muridnya yaitu Plato. Ini dibuktikan dari tulisan Plato yaitu Sokrates menempati urutan pokok. Gaya mengajar Sokrates yang mempengaruhi Plato adalah gaya mengajar dialog dalam mengetahui kebenaran. Berikut ini gaya mengajar Sokrates (Boehlke, 2002:3-4).

Sokrates bertanya: Apakah yang dimaksud dengan serangga itu? Jawab murid: serangga ialah binatang kecil bersayap (peserta didik yakin bahwa jawabannya benar). Sokrates melanjutkan pertanyaan: kalau begitu, ayampun dapat dinamai serangga. Tetapi sampai sekarang ayam itu bukanlah serangga.  Jawab murid: ayam bukan demikian kecilnya sehingga dinamai serangga. Ayam itu terlalu besar bila dibandingkan dengan serangga. Sokrates berlanjut pada pertanyaan: Jadinya serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai saya. Peserta didik menjawab: betul. Sokrates kembali bertanya: Jika demikian, burung pipit dapat dinamai serangga karena burung pipit demikian kecilnya Jawab murid: Tidak! burung pipit tidak dapat dinamai serangga. Sokrates: Jadinya, serangga ialah binatang yang amat kecil, dia bersayap, tetapi bukan dari jenis burung. Jawab murid: Benar! Singkat cerita, akhir dari tanya jawab ini membawa pada kesimpulan jawaban yaitu mencocokkan pengetahuan dengan kenyataan tentang objek pengetahuan (serangga) kemudian dirumuskan jawaban yang benar tentang serangga.

Sokrates kemudian mengajak murid-muridnya untuk merumuskan apa itu serangga berdasarkan fakta. Sokrates kemudian menempatkan 3 atau 4 ekor serangga dari berbagai jenis, kemudian dibandingkan satu dengan yang lainnya. Serangga yang diambil ialah kupu-kupu, semut, kerangga dan kumbang. Kemudian diselidiki dan diperhatikan oleh mereka secara bersama-sama. Sementara Sokrates berfungsi sebagai seorang fasilitator dan motivator dengan mengajukan pertanyaan untuk membuka pikiran peserta didik untuk merumuskan akan apa itu serangga berdasarkan fakta yang dilihat yaitu kupu-kupu, semut, kerangga dan kumbang. Berdasarkan pengamatan itu, Sokrates dan murid-muridnya tiba pada sebuah pengetahuan yang benar tentang serangga dengan merumuskan jawaban sbb: Serangga ialah binatang beruas, kulitnya kesat, lagi keras, kakinya enam, mempunyai sayap, atau bekas sayap. Sokrates ingin membawa peserta didiknya pada tiga tingkat perubahan pada ranah kognitif yaitu (1) yakin yang tiada berdasar, (2) bimbang dan ragu-ragu tentang pendapatnya semula, dan ingin hendak mengetahui yang sebenarnya, (3) yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang benar. Sayang guru yang termasyur dan brilian ini dijatuhi hukuman mati oleh pihak penguasa dengan cara minum dari mangkok berisi racun. Sokrates begitu tenang menghadapinya sementara murid-muridnya menyaksikan sang guru atau sang profesornya mati dengan cara tidak wajar. Hal yang menarik dari narasi pendidik Yunani Romawi, khususnya Sokrates menurut Boehlke, yakni mutu seorang guru/pendidik dapat dikenal dari hasilnya dalam diri pada muridnya, khususnya pada Plato. Kebenaran tetaplah kebenaran.